Sains, Teknologi, Seni dan Budaya

Ulasan: Mas BRAM PALGUNADI

Prabu Boma Nara Sura (saya menyebutnya begitu, dan bukannya Prabu Boma Narakasura, karena artinya sangat berbeda), menikah dengan Dewi Hagnyanawati (yang merupakan titisan Bathari Dermi) dalam suatu pesta pernikahan agung di Kerajaan Trajustrisna. Pernikahannya yang baru seumur jagung itu tidak lancar, karena datang pihak lain, yaitu Radyan Samba (adik Prabu Boma Nara Sura) yang ternyata merupakan titisan Bathara Derma. Radyan Samba yang tiba-tiba jatuh cinta kepada kakak iparnya, menjadi penyebab utama rusaknya pernikahan Prabu Boma Nara Sura. Cerita cinta yang sangat dramatis ini, berakhir dengan kematian ketiganya, Prabu Boma Nara Sura, Radyan Samba, dan Dewi Hagnyanawati. Bathara Derma dan Bathari Dermi, merupakan kakak-adik, keduanya putra dan putri Bathara Endra. Tetapi mereka berdua dikutuk oleh ayahandanya, karena berbuat nista dengan melakukan hubungan badan seperti suami-isteri (incest) antar saudara kandung. Setelah dikutuk, sukma Bathara Derma, menitis kepada Radyan Samba. Sedangkan sukma Bathari Dermi menitis kepada Dewi Hagnyanawati. Soal ‘menitis’ ini jugalah yang sebenarnya membuat peristiwa pernikahan Prabu Boma menjadi gagal dan runyam.

Boma

Ki Narto Sabdho almarhum, dalam suatu pertemuan di tempat tinggal beliau (sekitar tahun 1976), di Jl. Anggrek, Semarang, menyatakan bahwa beliau sangat suka menampilkan lakon yang sangat dramatis ini, yang oleh publik sering dikenal dengan sebutan lakon ‘Samba Juwing’, ‘Gojali Suta’, atau ‘Boma Gugur’. Dalam suatu pagelaran wayang kulit purwa di Jakarta (sekitar tahun 1977), saya pernah menyaksikan bagaimana sekitar 20 ribu penonton menangis terisak-isak sepanjang malam, saat menyaksikan pagelaran ‘Samba Juwing’ yang dibawakan oleh Ki Narto Sandho almarhum.

Bagi saya dan Ki Narto Sabdho, tokoh Prabu Boma Nara Sura bukanlah tokoh jahat seperti cerita aslinya, tetapi lebih merupakan korban dari kekuasaan, martabat, dan kehormatan semu sebuah keluarga besar. Bahkan Prabu Boma gugur di tangan ayahandanya sendiri. Ada juga versi lain yang menyatakan bahwa Prabu Boma sebenarnya tidak mati, tetapi ia diselamatkan dan diambil oleh kakeknya Bathara Naga Raja dan dibawa ke kahyangan. Saat itulah Bathara Naga Raja mengutuk Prabu Kresna, yang telah berusaha membunuh anak kandungnya sendiri. Kutukan Bathara Naga Raja berlaku dan berakibat Prabu Kresna sukar matinya. Dan, saat mati pun begitu tidak terhormat, dan sangat sepele, ia mati terbunuh karena sebuah kecelakaan, yang disebabkan oleh kecerobohan seorang tukang kayu.

Rekaman pagelaran wayang yang sangat dramatis ini, dilakukan pada sekitar tahun 1970-an, pada masa keemasan Ki Narto Sabdho almarhum.

Baca juga artikel pendek tentang Boma pada situs di bawah ini….

1) Riwayat-boma-nara-sura-dan-para-ksatria-yang-berperi-laku-candhala-dan-nistha

2) Kronik-dan-intrik-di-antara-boma-nara-sura-gathutkaca-dan-kresna

Kepada seluruh sahabat kinasih pecinta pagelaran wayang kulit purwa, selamat menikmati pagelaran wayang yang berasal dari masa lampau ini……

MONGGO diKLIK mriki

Dalam pasewakan agung negeri Mandura, Prabu Kunthibuja…merasa gundah melihat tingkah pakartinya Kunthi Nalibrata yang sudah beberapa kali paseban tidak ikut marak seba. Kunthibuja minta anaknya Basudewa untuk menyelidik, kenapa Kunthi bisa mempunyai pratingkah seperti itu. Ternyata dengan desakan Basudewa, Kunthi mengakui apa yang menjadi sebabnya kenapa punya pratingkah seperti itu.

Nah untuk mendapatkan cerita lengkapnya silahkan unduh DISINI.

Lakon ini merupakan sumbangan dari bpk. Sujarno Dwijo Susastro (dari Yogyakarta)

Lakon ini sumbangan dari mas Agung Maskumambang (dari Semarang).
Mungkin anda akan penasaran, karena file2nya tidak lengkap…..memang tidak lengkap…dari sumbernya tidak ada kaset 7…ya silahkan nanti ditebak2 isi dari kaset 7.

Cerita ini diawali atas kegundahan Prabu Duryudana (raja Astina) atas pagebluk yang sedang melanda di seantero negeri Astina. Ibarat pagi masih sakit Sore sudah meninggal. Sebaliknya Sore sakit pagi prapteng Pralaya. Banyak tabib, resi kang mumpuni dikerahkan untuk mengatasi pagebluk ini…tapi tak satupun yang bisa berhasil menjadikan negeri Astina Waluya dan tentram seperti sedia kala. Namun ada Sasmita Dewa yang memberikan penerangan, Negeri Astina akan pulih seperti sedia kala BILA berhasil memboyong wulucumbu Negeri Amarta…yaitu Semar Nayantaka…..

Bagaimana cerita lengkapnya? Silahkan untuk mengunduh file2nya DISINI

Suasana duka masih menyelimuti kedua kubu, di Perkemahan Pandawa, Arjuna dan segenap Keluarga Pandawa.yang berduka dengan kematian Abimanyu. Prabu Kresna sudah tidak kurang memberi nasehat kepada Para Arjuna. Namun kelihatannya belum bisa menyingkirkan duka dari kalbu.

Sedang di pihak Kurawa, Pendita Durna telah diangkat menjadi Senapati Perang pada besok pagi, menggantikan kedudukan Resi Bisma yang telah tumbang diterjang panah Dewi Srikandi.Prabu Kresna belum bisa menentukan siasat apa yang akan diambil untuk dapat mengalahkan Pendita Durna. Prabu Kresna akhirnya memutuskan bahwa seluruh Pandawa ikut bertempur besok pagi, termasuk Prabu Punta Dewa. Senapati Perang Pandawa, masih diserahkan kepada Drestajumna.

Sementara itu di malam hari, Pendita Durna semalaman tidak bisa tidur. Pikirannya melayang ke masa lampau, kemasa anak remaja yang masih senang-senangnya jadi orang. Demikian pula Bambang Kumbayana. Setelah dewasa, punya impian. Ingin menjadi orang besar, ingin menjadi orang yang berguna, dan terakhir ingin jadi orang yang berhasil. Dengan bekal doa orang tua, Sang Resi Baratmadya dan alamat sahabatnya Sucitra, Bambang Kumbayana pergi meninggalkan Negeri Atasangin ke negeri Pancala. Setelah berjalan, berjalan dan berjalan, sampailah ditepi samudera yang luas membiru.Perjalanan ke Pancala harus menyeberangi samudera.

Tetapi tidak ada satu perahu pun yang lalu lalang disitu. Hari semakin malam, Bambang Kumbayana semakin bimbang. Belum sampai tujuannya sudah takut mencekam. Akhirnya Bambang Kumbyana berujar :andaikata ada laki-laki yang mau menolong menyeberangkan ke seberang, maka akan diakui sebagai sedulur sinoroh wadi, atau sahabat sehidup semati,kalau wanita, maka akan dijadikan istri pendamping setya sampai akhir hidupnya. Angin malam menjadikan tambah merindingnya tubuh Bambang Kumbayana. Tiba-tiba dari arah seberang ada sesuatu yang datang, Kelihatannya ada putih-putih rembyak-rembyak ditengah kegelapan mendatangi Bambang Kumbayana. Menjadikan tubuh Bambang Kumbayana semakin ketakutan. Ternyata yang mendekatinya adalah seekor kuda Sembrani. Kuda putih bersayap besar menunggu Bambang Kumbayana yang mau keseberang,

Akhirnya Bambang Kumbayana pun naik Kuda Sembrani. Kuda Sembrani terbang melintasi samudera,yang luas membiru, melawan arah angin, yang membikin udara semakin dingin. Tidak lama kemudian sampailah di tepi seberang samudra.Bambang Kumbayana meninggalkan kuda itu, tetapi kuda itu selalu mengikuti Bambang Kumbayana kemana pergi.Bambang Kumbayana curiga pada kuda itu, jangan jangan ia mengerti apa yang menjadi ujarnya.

Bambang Kumbayana jadi terkejut, ketika kuda itu berhenti, dan tiba-tiba melahirkan seorang anak yang tampan. Bambang Kumbayana mau meninggalkan Kuda Sembrani begitu saja, Kuda itu menarik baju Bambang Kumbayana, supaya tidak pergi.Bambang Kumbayana, akhirnya yakin, kalau kuda itu minta dijadikan istri sesuai ujarnya. Ia malu, punya istri saja, seekor kuda. Ia segera menghunus pusakanya. Ketika ia mau menikam kuda itu, tiba-tiba kuda itu berubah menjadi seorang bidadari dari Kahyangan, bernama Wilutama.

Wilutama memberi tahu, kalau anak yang dilahirkan adalah anak Bambang Kumbayana, oleh karena itu Bambang Kumbayana harus merawat anak itu..Wilutama minta Bambang Kumbayana memberikan nama anak itu. Oleh Bambang Kumbayana, anak itu diberi nama Aswatama.Setelah itu Wilutama menghilang dari pandangan. Ia pulang ke Kahyangan. Oleh Bambang Kumbayana, anak itu dititipkan kepada Resi Krepa, dan oleh Resi Krepa, bayi itu dserahkan kepada kakaknya Dewi Krepi, untuk dirawat dan dipelihara dengan baik.Resi Krepa dan Dewi Krepi. adalah putra Prabu Purungaji raja Tempuru.

Keesokan harinya, matahari baru bersinar, terompet telah diperdengarkan. Pasukan kedua belah pihak memasuki medan laga. Pandita Durna maju kemedan laga, dengan segala kesaktian dan kepandaian memanah menyerang dengan membabi buta. Namun serangan Pendita Durna dapat dipatahkan oleh Arjuna.Sementara itu Pasukan Wirata dipimpin langsung Prabu Matswapati memasuki medan pertempuran, namun dicegat oleh Pendita Durna. Prabu Matswapati turun dari keretanya, dan melayani Pendita Durna. Karena usia Prabu Matswapati sudah lanjut, maka dengan mudah Pandita Durna mengalahkan Prabu Matswapati. Prabu Matswapati jatuh tersungkur, kesempatan Pendita Durna untuk menghajarnya. Berkali-kali pedang itu membabat tubuh Prabu Matswapati..

Namun dibelakang Prabu Matswapati nampaklah Prabu Drupada, Raja Pancala, tak lain Sucitra, teman masih muda Pandita Durna. Prabu Drupada melarang Pendita Durna berbuat curang. Pendita Durna menjadi beringas. Kini kedua sahabat dan sekaligus musuh bebuyutan pun saling melampiaskan dendamnya. Pendita Durna teringat waktu masih muda yang masih bernama Bambang Kumbayana datang jauh jauh dari Negeri Atasangin hanya ingin ketemu teman lama Sucitra, yang bisa menjadi raja di Pancala. Namun sesampai disana Istana Pancala, disambut dengan petaka. Bambang Kumbayana diseret keluar dari istana dan dihajar habis-habisan oleh Gandamana, saudara Prabu Drupada. Sedangkan Sucitra yang duduk di singgasana, tidak pernah memerintahkan Gandamana untuk menghentikan perbuatannya, sampai tubuh dan tulang Bambang Kumbayana menjadi patah-patah.

Sedangkan bagi Drupada, kedatangan Bambang Kumbayana, adalah seperti kedatangan seekor ular yang membelit tubuh Drupada. Kedatangannya, menyebabkan Negara Pancala harus dibagi dua dengan Bambang Kumbayana. Separuh negeri Pancala menjadi kekuasaannya dan diberi Nama Sokapanca, atau Sokalima. Maka sekarang keduanya berlaga antara hidup dan mati. Serangan Pendita Durna menyerang membabi buta. Prabu Drupada jatuh tersungkur dan dengan sekali tebas pedang saja di ditubuhnya, Prabu Drupada jatuh,dan tewas. Pandita Durna merasa puas dengan kematian sahabatnya, Sucitra. Sorak membahama di tegal Kuru Setra, Drupada Gugur.

Prabu Kresna melihat itu, terus berpikir dengan jalan apakah untuk menghentikan serangan Pendita Durna yang membabi buta. Prabu Kresna segera menyuruh Werkudara untuk mencari gajah, milik Prabu Permeyo, raja Samodra Barlian yang menyusup ke daerah peperangan untuk mencari harta peninggalan prajurit yang telah gugur. Setelah ketemu supaya dibunuh.

Gajah itu bernama Hesthitama. Werkudara menarik tali kekang gajah Hesthitama mau dibawa ketengah medan laga. Prabu Permeyo mempertahankan gajahnya, sehingga terjadi perkelahian.Prabu Permeyo melawan Werkudara. Werkudara memukulkan gada ketubuhnya, sehingga remuk tulang punggungnya, dan mati. Setelah dibawa ketengah medan laga, Werkudara memukulkan gada ke kepala Gajah Hesthitama. Gajah Hesthitama langsung mati.

Werkudara berteriak: Aswatama mati. Perajurit Pandawa mendengar itu bersorak sorai dengan gemuruh bersorak, dan berteriak: Aswatama mati.

Sementara di pihak Kurawa meneriakkan:: Hesthitama mati. Mendengar suara yang gemuruh itu Pendita Durna menjadi panik, semua kekuatannya seperti telah hilang, tubuhnya menjadi lemas.Pendita Durna ragu dengan berita kematian anaknya.

Ia menemui para Pandawa, ia bertanya pada Arjuna apakah betul Aswatama mati, Arjuna menjawab ya, Aswatama mati. Tidak percaya Pandita Durna menanyakan pada Werkudara, Werkudara menjawab, Ya, Aswatama mati. Pendita Durna tidak percaya kepada Werkudara. Tidak percaya jawaban Werkudara.

Pendita Durna mencari Punta Dewa untuk menanyakan tentang kebenaran berita itu. Karena selama hidup ia tidak pernah berbohong.

Sementara itu Prabu Kresna menasehati Prabu Punta Dewa agar mau bohong sekali saja demi mengurangi korban yang berjatuhan.

Prabu Punta Dewa tetap tidak mau melakukan. Tetapi terlanjur Pendita Durna sudah didepan mereka.

Pendita Durna menanyakan: Apa betul Aswatama telah mati.

Prabu Puntadewa menjawab: Hesti tama yang mati.

Maksud Prabu Punta Dewa: ” Gajah Tama yang mati,” tapi Pendita Durna: mengartikan : ‘Betul, Tama yang mati.”
Sebab kata Hesti bisa berarti Gajah, atau bisa berarti Esti, Estu yang artinya : Betul.

Demikianlah Pendita Durna akhirnya percaya kalau anaknya, Aswatama telah mati. Kemudian Pendita Durna meninggalkan Prabu Punta Dewa. Pendita Durna menjadi limbung dan pandangannya menjadi kabur dan pandangan menjadi gelap seketika.

Di saat Pendita Durna mengalami situasi yang menjadikannya lupa, bahwa dia masih seorang senapati Kurawa, yang masih berada pula di tegal Krusetra, namun perhatiannya hanya tertuju pada anak kesayangannya yang dianggapnya telah gugur di medan laga, sehingga ia tidak tahu ada bahaya yang sedang menghampirinya.

Drestajumna, anak Prabu Drupada yang mendatanginya, lalu memenggal kepala Pendita Durna,sebagai balas dendam atas kematian ayahnya, dan melemparkan kepala Pendita Durna ke arah pasu kan Kurawa.

Sementara itu Prajurit Pandawa bersorak sorai, Durna Gugur, Durna gugur !!!.. menggema di medan laga. Senja sudah tiba sangsakala berbunyi tanda perang telah usai.

Kedua belah kubu mencari jasad saudara, keluarga , serta para kerabat yang tewas dan yang luka-luka.
Pandawa kehilangan Prabu Matswapati dan Prabu Drupada. Keluarga Wirata dan Pancala berduka yang sangat mendalam.Seangkan di pihak Kurawa, Boma Wikata dan Boma Wikata, saudara kembar saudara senyawa, sehingga apabila Bomawikata marti, diloncati Wikataboma, maka Bowawikata hidup lagi, begitu pul\a sebaliknya. Ketika mereka bertemu dengan werkudara, keduanya tewas ketika Werkudara membenturkan kedua kepalanya hingga pecah..Sesangkan Kurawa yang tangguh yang lain yaitu Bogadatta atau Bogadenta, raja Turilaya, dengan gajah tunggangannya Murdiningkung dengan sarati Dewi Murdininngsih. dimana kesaktian Bogadatta seperti halnya Boma Wikata dan Wikata Boma. maka Bogadatta tang punya rangkap tiga nyawa, harus tewas bersama di ditangan Arjuna, dengan senjata Pasopati nya.

Sementara itu Pandawa tengah mencari kepala Pandita Durna untuk dipersatukan.Akhirnya kepala Pendita Durna bisa dipersatukan dengan tubuhnya. Semua jasad para pahlawan mereka kemudian diperabukan, dengan upacara yang hikmat.

Sementara itu beberapa orang Kurawa ikut menghadiri perabuan Pendita Durna.seperti Yama Widura, Resi Krepa dan beberapa tokoh Kurawa. Sedangkan Duryudana dan saudara saudara Kurawa yang tersisa menyaksikan dari kejauhan. Sementara itu Dewi Wilutamapun turun dan menuntun Bambang Kumbayana menuju ke alam kelanggengan.Pendita Durna memimpin perang dipihak Kurawa selama 5 hari.

SELESAI
Diposkan oleh Sunny Day

Lakon ini merupakan sumbangan dari mas Agung Maskumambang (Semarang)
Sumber: http://wybambangkumbayana.blogspot.com/

Untuk dapat menikmati alur sanggit Ki Nartosabdho silahkan klik DISINI

Narasi di-create oleh: MasPatik Raja Dewa

Lakon ini sumbangan dari mbak Agustina Megasari Padmarini (temen Group Sutresna Ringgit Purwa-Facebook)

Puncak Acara Gebyar Akhir Tahun 2011, menyambut datangnya Tahun Baru 2012- Siaran RRI Purwokerto.

Lakon Gathutkaca Nagih Janji ini seperti di-sinopsis-kan oleh Ki Dalang sendiri yang anggota dari Pepadi Kab. Cilacap, adalah bermula ketika Kahyangan terjadi goro-goro, dan ternyata goro-goro ini akibat dari Gathutkaca yang mengingatkan para Dewa akan janjinya terhadap Gathutkaca. Karena pada saat Gathutkaca masih kecil, ia telah berhasil menumpas musuh-musuh Dewa sehingga atas senangnya Batara Guru, kemudian Betara Guru berjanji kelak Gathutkaca akan dijadikan raja di Kahyangan. Akan tetapi, hari berganti bulan berlalu ternyata hanya janji tinggallah janji saja. Dengan inisiatif anak muda, Gathutkaca berusaha menagih janji dan ternyata, Bathara Guru kurang me-response dengan baik. Pertanyaan dari Dhalang asal Tegalreja-Cilacap dalam akhir sinopsis-nya adalah, bagaimana akhir ceritanya?

Untuk para pecinta wayang di “wayangprabu.com”, akhir cerita bukan segalanya, begitu kan Pak Dhalang? Tapi yang ingin membuat penasaran para rawuh di “wayangprabu.com” adalah bagaimana goteke dhalang sekang Cilacap kiye. Ala la . . . anu balik maning tulisan inyong maring gaya mBanyumas deneng.

Kenapa demikian? Sekian lama para rawuh di wayangprabu.com mungkin telah akrab membaca komen dari Ki Tejo Sutrisno, yang setahu saya adalah dalang gagrak mBanyumasan yang nyantrik mendalang di Semarang. Dan itu yang saya tahu dari catatan pada masa wayangprabu masih paling banter 15 user on line pada saat peak season. Dengan demikian yang terbayang dalam benak saya adalah, gagrak mBanyumasan dengan cita rasa yang berbeda dengan gagrak mainstream mBanyumasan pada umumnya.

Nah untuk menguak rasa penasaran, saya langsung memutar bagian pertama dari dua file. File yang pertama begitu dibuka berkumandang jingle RRI, kemudian terdapat intro sambutan dari para pejabat dan sinopsis dari Ki Tejo mengenai jalannya cerita yang saya kutip diatas. Durasi untuk prosesi ini memakan waktu sekitar 16 menit.

Sekilas talu telah dilewati dan jejer Kahyangan Jonggring Salaka telah dimulai dan terkuak sedikit rasa penasaran setelah intro jejeran dikumandangkan. Dalam sesi awal ini terbayang adegan jejeran khas Banyumasan, dimana pasamuan itu diawali dengan keluarnya emban dan limbuk. Ini dapat dirasakan ketika kendangan mengisyaratkan limbuk yang sedang berjoged.

Rasa penasaran semakin lebar terkuak, ketika janturan jejer suara dalang mulai terdengar. Ternyata Ki Tejo Sutrisno bergaya Gino! Cengkok suluk, suara gurung, lageyan ketika melakonkan raseksa berusaha disamakan dengan jebles. Yang membedakan adalah suara kepyak yang berciri Surakarta, mungkin karena beliau mapan dengan suara keprak gaya pakeliran yang disadapnya ketika meguru di Semarang.

Jejer Kahyangan berlangsung dengan lancar. Janturan menyesuaikan dengan suasana dan kondisi yang diceritakan. Berbeda dengan janturan ketika menceritakan “panjang apunjung pasir wukir gemah ripah dan kerta raharjanya-nya suatu negara di madyapada, tetapi narasi lancar menceritakan situasi kondisi kahyangan yang pasti berbeda dengan yang terceritakan bila jejeran bermula di madyapada. Kredit point baik kami apresiasikan kepada dalang yang menggemari tokoh Srenggini ini, dalam melakonkan jejeran Sikandhawaru Binangun.

Setelah diikuti lebih seksama, ternyata plot cerita dimulai jauh hari dari lakon Gathutkaca Nagih Janji, yaitu ketika Kala Sekipu hendak meminta Dewi Supraba. Atau dapat dikatakan cerita Gathutkaca nagih janji ini bermula dari flashback Gathutkaca ketika lahir dan menjadi sraya para Dewa, dengan tidak ketinggalan dijebornya Gathutkaca di Kawah Candradimuka lengkap dengan kerocokan gegaman dari para durandara.

Sayang, ketika adegan Antasena, Antareja, Anoman dan ada Bawor-nya yang sedang menunggui tapanya Gathutkaca sedang berlangsung, panitya RRI menentukan adanya acara pergantian tahun disiarkan langsung. Sedangkan file yang diberikan ke Pak Edy Listanto-pun berakhir.

Kami memohon Kang Tejo meng-upload kembali lanjutan ceritanya. Inyong esih penasaran koh.

Tetapi dari keseluruhan pagelaran yang sudah saya dengarkan, terdapat hal yang perlu disempurnakan dalam hal audio karawitan. Instrumen gamelan yang begitu lengkap terhampar dengan jenis yang cukup banyak, sayangnya tidak ter-ekspose dengan merata. Lebih didominasi dengan suara kendhang dan saron serta suling sedikit layap-layap terdengar.

Alangkah lebih baik bila tata suara mengutamakan instrument yang mempunyai kuat suara yang lembut seperti demung, slenthem, gender, gambang dan pengisi interval beat seperti sepasang bonang. Kendhang dan saron yang dominan akhirnya mengingatkan masa kecil saya, ketika nonton ebeg.

Mungkin sound engineer RRI perlu niteni bagaimana Kusuma Record atau Dahlia Record meng-combine perangkat karawitan agar halus terdengar dan adil dalam membagi kuat amplitude masing masing perangkat gamelan. Kepriwe sih kancane Pak Edy Wahidin karo Kang Edi Warsito RRI Purwakerta?

Rupa candra sasi nabiiiii . . . . bumi buda . . . . . . . . . . . Bagaimana kelanjutan ceritanya (seperti dikatakan dalam sinopsis) Ki Tejo? Kita tunggu upload dari Ki Tejo Sustrisno yang sering mampir di wayangprabu.com ini.

Linknya disini:

01_Ki Tedjo Sutrisno_Gatotkaca Nagih Janji 01 ;
02_Ki Tedjo Sutrisno_Gatotkaca Nagih Janji 02 ;
03_Ki Tedjo Sutrisno_Gatotkaca Nagih Janji 03 ;
04_Ki Tedjo Sutrisno_Gatotkaca Nagih Janji 04 dan
05_Ki Tedjo Sutrisno_Gatotkaca Nagih Janji 05

KNS_Kongso Adu Jago

Kemelut negara Mandura tak kunjung reda, disebabkan tingkah anak angkat sang raja bernama Kongsodewo yang berambisi ingin menggantikan tahta Kerajaan Mandura. Oleh karena itu tidak sedikit dari anak Prabu Basudewa menjadi korban pembunuhan. Melihat hal itu atas inisiatif sang Prabu Basudewa, Raden Kakrasana, Narayana dan Bratajaya kemudian diasingkan ke Desa Widarakandang. Namun demikian keberadaan ketiga anak tersebut telah diketahui oleh Kongso. Kemudian usaha untuk membunuh ketiga anak Basudewa tersebut, Kongso menggunakan cara mengadakan adu jago manusia, antara Mandura dan Kadipaten Sengkapura. Berkat kesatuan dan ketulusan hati demi memayu hayuning bawana dan atas rahmat Allah swt, putra Mandura berhasil mengurungkan niat jahat Kongsodewa dan berakhir dengan kematiannya.

Lakon ini merupakan sumbangan para sutresna Ki Nartasabdha, lan sumber dikonversi ke MP3 oleh mas Imam Bashori.

Untuk dapat menikmati lakon ini secara lengkap silahkan DIUNDUH DI SINI……monggo

Katur para sutresna ringgit. Sak derengipun kula ngaturakan gunging panuwun dumateng para sederek ingkang sampun nyengkuyung adegipun blog meniko sanajan radi tertatih-tatih mbok menawi saged mlampah kanthi lancar. Nyuwun pangapunten menawi koleksi sangat terbatas..nggih amargi sumbangan kaset sampun awis2 lan kangge nambahi koleksi mbok menawi betah biaya lan sak meniko nembe vakum rumiyin dereng wonten ingkang bade dipun inggah.
Lha katur dumateng para kadang menawi kagungan koleksi lan pingin dipun sharing saged kakirim-aken dumateng kulo…mangke kula konvert lan kula posting.
Utawi menawi bade partisipasi ujud dana untuk tambah koleksi ugi monggo…dipun tampi..lan mangke bade dipun kintuni CD MP3 lakon menopo kemawon ingkang dipun suwun.

Matur nuwun awit kawigatosanipun lan sampun kersa mampir.

KNS_Bale Golo-golo

Nyuwun sewu sedayanipun..khususipun dumateng Pakdhe. Lampahan menika kula pasang ing mriki kanthi tujuan ngentheng2i sederek2 ingkang radi kerepotan menawi ngunduh saking sumber aslinipun: Pakdhe’s Site. Nanging kanthi rasa hormat lan mboten ngirangi kandungan ceritanipun kula nyuwun ijin Pakdhe mugi2 saged migunani tumrap sesami penggemar Ki Nartosabdho. File2 lakon menika sengaja kula pecah2 saking file aslinipun (per file sekitar 2.5 jam) dados alit-alit (per file sekitar 30 menitan) lan kanthi bitrate 32 kbps 22.05 Hz.

Isi carios meniko dipun wiwiti, awit ngemban amanah saking prabu Pandhu…Adipati Destarastra nggadahi pangajab bade maringaken nagari Astina dateng Pandawa….nanging awit paekanipun Sengkuni lan Kurawa….pangajab wau satemah gagar wigar tanpa karya. Menapa tha menggah ingkang dados penyebabipun….KULA KINTEN mas Jamansemana ingkang bade njlentrehaken…..matur nuwun.

Lha, menawi panjenengan sami bade mirengke saged ngunduh file3ipun wonten ING MRIKI

Lakon ini pernah diposting di wayangprabu.com namun lakon yang dipasang sekarang merupakan rekaman pentas langsung dari dalang kondang Ki Nartasabdha. Lakon ini merupakan hasil unduhan dari Pakdhe’s Site. Tapi karena banyak kendala untuk mengunduh dari website asli karena belum familiar….maka saya usahakan untuk ngunduh dan mecah2 file agar menjadi lebih kecil dan saya unggah ulang melalui MEDIAFIRE.COM
Lakon ini bila disimak tidak akan menyimpang jauh dengan rekaman studio tapi nuansa khas pentas langsung akan terasa sekali.
Ringkasan cerita sudah dikupas jelas di jamansemana.wordpress.com dan saya sengaja tidak membuat narasinya.

Untuk dapat menikmati lakon ini, panjenengan sami Saget mundut ing Mriki

KAS_Wahyu Trimarga Jaya

Lakon ini merupakan salah satu lakon wahyu yang dipagelarkan oleh dalang kondang dari Surakarta. Lakon ini merupakan garap klasik dan penuh dengan sindirin yang cocok untuk jaman sekarang (kata JamanSemana) lho….
Mungkin saya gak perlu menyampaikan narasi cerita ini…karena meskipun sudah sementara waktu saya unggah tapi karena kesibukan lain baru saya pasang di sini. Bagi anda yang ingin membaca narasinya….silahkan untuk melihat ke Blog Jaman Semana. Adapun sumber dari lakon ini merupakan sumbangan dari mas Santoso (Bandung/Jember).

Sedangkan untuk dapat menikmati alur ceritanya secara utuh monggo kula aturi mampir ING MRIKI